Sejarah Singkat

"Saya ingin masyarakat kita bisa memulai bisnis dari hal-hal yang kecil karena dulu saya juga memulai dari hal-hal kecil"


 Bergelimang Berkah

Haji Ardi Sehami, akrab dipang­ gil Pak Ardi saat ini menekuni bisnis snack “Jadul Sempe Aru­ manis”. Produk makanan yang terasa manis di lidah ini me­ miliki tagline: “Snack Jadul Khas Jogja, Citarasa Nusantara”. “Saya memilih sempe arumanis karena produknya unik, tradisional, dan bercita rasa khas yang disukai semua kalangan. Khususnya, masih mempertahankan sisi ke­ tradisionalannya, misal mesin yang dipakai, cara pembuatan, tanpa pengawet, tanpa pemanis buatan, dan tanpa bahan perasa makanan,” ucapnya tentang keunggulan produk Sempe Aruma­ nisnya.

Sembari menjelaskan bahwa arumanis memiliki beragam nama seperti di Jawa Timur namanya Arbanat; di Jawa Barat namanya Gulali; di Jakarta namanya rambut nenek; dan di Jawa Tengah dan Yogyakarta bernama arumanis, Pak Ardi berujar, “Banyaknya nama untuk produk berbahan dasar utama gula dan tepung terigu ini masih sangat meyakinkan. 

Pangsa pasar produk Sempe Aru­ manis ini untuk semua kalangan umur mulai dari anak-anak, SD, SMP, SMA, dewasa sampai umur 60-an. Pemasarannya mulai dari pasar modern, pasar tradisional, swalayan, minimarket, toko, dan kios.” Karena itu pula, pada tanggal 11 Mei 2011, Pak Ardi resmi mendirikan perusahaan yang bernama Sempe Arumanis Haji Ardi.

Pak Ardi menjual Sempe Arumanis secara offline. Namun demikian, suami dari Hj. Fitri Syahri Hidayati, S.Ag ini juga menjualnya me­ lalui www.sempearumanis.co.id dan www.sempearumanis.com. Saat ini, ia memang sedang banyak melakukan penetrasi pasar karena sangat yakin ada keunggulan di produk sempe arumanisnya. 

“Rasa manis yang unik khas dan wangi seperti ada unsur kacang, pada­ hal tidak. Aroma kacang muncul karena proses goreng tepungnya sampai wangi atau harum. Produknya dibuat secara tradisional atau manual,” terangnya.

Kini, Pak Ardi membina 50 karyawan di perusahaannya. Mereka terdiri dari 26 karyawan di Bagian Produksi Sempe dan Arumanis dan 24 Karyawan di Bagian Kemasan (packaging). “Pabrik sempe ini saya bangun di Dusun Ngrangsan Selomartani, Kalasan, Sleman. 

Saya mencoba menampilkan produk dengan berbagai kemasan sehingga bisa masuk ke banyak pasar, misal toko, warung, pasar, minimarket, swalayan, atau sebagai oleh-oleh,” tuturnya.

Sebagai seorang pengusaha, Pak Ardi tak melupakan sosok-sosok yang berperan atas apa yang dicapainya saat ini. “Moti­ vasi, doa, dan pengorbanan orangtua. Tentu, juga peran istri dan anak. Alhamdulilah, yang paling Saya juga bangga karena bisa membantu para karyawan. Saya bisa memberikan sesuatu untuk lingkungan,” tukasnya.

Pertemuan Membawa Hikmah

Sejak kuliah, pria kelahiran Flores ini sudah merintis bisnis. Pak Ardi memulai usaha pertama dengan membuka warung mie rebus dan mie goreng. 

“Tamat kuliah tahun 1999, saya mencoba mela­ mar pekerjaan di mana-mana, tapi tidak ada yang cocok karena gaji kecil. Tahun 2000 sampai 2002, saya bekerja sebagai pekerja sosial pendampingan anak jalanan di DIY sambil menekuni sales kacang atom. Berawal dari sales kacang atom ini, saya mencoba produk lain. seperti roti coklat, emping jagung, ceriping pisang, dan arumanis,” ungkapnya.

Dari pengalaman menjadi sales, ia memutuskan untuk fokus pada bisnis arumanis. “Nah, untuk membedakan produk arumanis saya dengan mantan juragan, saya memberi nama Sempe Aruma­ nis,” tuturnya.

Sebetulnya ada beban psikologis bagi Pak Ardi ketika men­ jalankan profesi sebagai sales. “Jujur, seandainya ada kesempatan lain, saya enggan menjadi sales. Sarjana kok nyales. Saya pernah

ada kejadian, yaitu bagaimana menutupi rasa gengsi saya. Waktu itu, saya beli tas yang besar dan baru. Waktu itu, saya masih menjadi sales roti coklat. 

Nah, roti itu saya masukkan ke dalam tas dan menawarkan ke pasar-pasar. Lucunya, waktu menawarkan roti coklat itu, dikiranya saya itu pegawai bank karena penampilan saya yang rapi dan bersepatu. Itulah pengalaman yang lucu dan menjadi motivasi sendiri bagi saya. 

Setelah itu, saya berpikir kalau hanya memakai tas, nanti barang dibawa itu sedikit, kemudian harus pakai boks. Timbul dan muncul lagi rasa gengsi itu, masak seorang sarjana, kerjanya sebagai sales dengan membawa boks. Rasanya itu berat sekali beban pikiran ataupun secara mental. Akhirnya, karena keadaan kepepet, ya saya lakukan itu. 

Dengan menggunakan boks, saya mulai waktu menjadi sales arummanis. Dari situ, saya mencoba menawarkan produk arumanis dalam jum­ lah banyak,” kenangnya menepis rasa gengsi.

“Kejadian unik lainnya adalah ketika mengalami ban gembos saat perjalanan. Saya sering minta bantuan orang untuk menu­ runkan boks dari motor. Belum lagi, saya mencari bengkel tambal bannya. Awal-awal menggunakan boks, bingung juga bagaimana supaya boks itu tidak miring. Kadang waktu kita naikkan itu sudah mapan, tapi begitu jalan, boks miring kiri. 

Ternyata harus pakai akal untuk bagaimana boks itu tidak miring. Ketika diikat boksnya, body motor itu malah justru yang lecet sehingga muncul ide harus pakai alas, yaitu pakai papan untuk membentuk dudukan boks itu,” bebernya.

Toh dalam rasa malu dan prihatin, Pak Ardi bersyukur karena dapar mengenang peristiwa lucu. “Tahun 2000, saya pindah ke daerah Berbah. Awalnya orang-orang (tetangga) di dusun mengira bahwa saya seorang dosen. Tetapi seminggu kemudian ternyata mereka sangat kaget karena melihat saya sebagai sales dengan membawa barang saya memakai boks. Di situlah saya merasa lucu,” tukasnya sambil tertawa.

Pengalaman lain yang membangunkan rasa optimis Pak Ardi menjadi begitu tinggi adalah ketika ia pernah mengirim arumanis
di daerah Prambanan. Waktu menurunkan barang, ada seseorang yang menepuk punggungnya. “Saya kaget saat menoleh ke be­ lakang. 

Ternyata, beliau adalah dosen saya dulu di Fakultas Dak­ wah IAIN Sunan Kalijaga. Saya pun menjadi malu karena ketahuan kalau saya seorang sarjana, tetapi bekerja sebagai sales

Pikiran malu terobati ketika saya pun mengetahui beliau juga sedang mengirim barang di toko. Jadi, dia seorang dosen yang menyambi menjadi sales. Dosen saya juga sales! Dari pengalaman itu, se­mangat saya mulai dan ingin menekuni profesi sales serta menja­dikannya sebagai pekerjaan yang membanggakan,” kenangnya tak melupakan momen penting ini.

Saya Bisa, Karena Saya yakin

Selama menjalankan profesi sebagai sales pada beberapa produk, Pak Ardi merasa arumanis tetap bisa diandalkan. “Dari sekian produk, analisa saya bahwa arumanis ini menjadi produk yang tidak tertelan zaman walaupun arumanis sempat hilang di peredaran sejak tahun 80-an. Arumanis ini adalah makanan unik yang menjadi kesukaan generasi zaman dulu. 

Biasanya, dijual di sekolah-sekolah yang dulu dibungkus pakai kertas. Nah, sekian tahun saya menekuni berbagai produk makanan, ternyata sempe arumanis ini mempunyai ketaha­ nan uji pasarnya sudah kuat. Karena itulah, saya menekuni produk ini dengan tetap mempertahankan kekhasannya. Saya tidak memakai pengawet, pemanis buatan, dan perasa makanan,” jelasnya.

Untuk peluang ke depan, jika dilihat dari tren saat ini, orang akan kembali ke tren ke makanan-makanan tempo dulu sehingga ia berpikir bahwa pemasaran produk ini tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi bisa menyebar ke seluruh Indonesia dengan cita rasa yang khas, cita rasa Nusantara. “Kita sudah punya planning ke depan untuk menjangkau pasar luar negeri. 

Hanya saja. Kami masih menga­ lami kendala modal karena bisnis makanan biasanya menggunakan sistem konsinyasi. Sistem seperti ini dapat mengganggu perkembang­ an, termasuk penetrasi pasar. Sementara ini, saya menyikapinya de­ ngan menjalin kerjasama dengan bank. Semoga ke depan bisa meng­ gandeng investor,” katanya berencana.

Sumber: 38 BERNAS inspirator #2

0 Komentar